Surabaya - Terkait beredarnya pemberitaan media online menyebutkan seolah Dr.Erry melaporkan ibu kandungnya.
Komisaris Rumah Sakit Mata, PT.Fatma Dr Erry Dewanto melalui kuasa hukumnya Nurhadi mengatakan, permasalahannya itu para pemegang saham PT. FATMA yang bidang usahanya adala Rumah Sakit Mata Fatma yang berkedudukan di Taman Sidoarjo itu bukan masalah Warisan, namun masalah PT sehingga cara pandang kita dari kacamata UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan terbatas.
"Pemberitaan terkait dengan dr. Erry Dewanto, S.PM adalah anak durhaka, dituduh melaporkan ibunya di kepolisian itu pemberitaan yang sudah lama di sebarkan oleh adik-adiknya Angelia Dewanti, dan Yudi Yudewo atas nama ibunya, diangkat hanya sebagai tameng dalam rangka membangun opini agar keserakahan mereka tertutupi," ujar Nurhadi, Sabtu (19/03/2022).
Lanjutnya, opini ini dibangun karena mereka sudah tidak bisa berbuat apa-apa secara hukum dikarenakan rencana ingin menguasai PT. Fatma dengan cara-cara yang melanggar hukum melalui RUPS PT. FATMA yaitu memberhentikan dr. Erry Dewanto sebagai Komisaris dan Pemegang Saham PT. FATMA telah gagal dikarenakan dr. Erry Dewanto telah mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Sidoarjo dan putusan tersebut telah inkracht yang menyatakan perbuatan Angelia Dewanti, Yudi Yudewo, dan termasuk Nyonya Endang Merdekaningsih adalah perbuatan melawan hukum.
Nurhadi menjelaskan, kalau Dr. Erry Dewanto dikatakan anak durhaka itu salah besar, karena sebelum mengajukan gugatan beliau (Dr. Erry) sudah meminta ijin kepada Endang Merdekaningsih (Ibunya) untuk menuntut keadilan, karena sahamnya dikeluarkan, deviden sejak CV. FATMA sampi dengan PT. FATMA dr. Erry Dewanto tidak menerimanya, Dan gugatan tersebut adalah gugatan terhadap PT. FATMA, Direktur, dan Para pemegang Saham PT. FATMA yang telah menyelenggarakan RUPS dengan cara-cara melanggar hukum.
'PT. FATMA adalah usaha keluarga yang menjadi Tergugat adalah PT. FATMA, Para Pemegang saham yaitu Angelia Dewanti, Yudi Yudewo dan Nyonya Endang Merdekaningisih (ibunya), sehingga konsep dalam hukum acara perdata para pihak yang menyelenggarakan RUPS yaitu mereka, kalau dalam gugatan tidak mencantumkan Nyonya Endang Merdekaningsih (ibunya) karena jabatannya sebagai direktur PT. FATMA maka gugatan kurang pihak dan bisa ditolak," paparnya.
Bukti-bukti asli yang dimiliki dr. Erry Dewanto justru dari Nyonya Endang Merdekaningsih (Ibunya), yang dipergunakan untuk mengajukan gugatan dan melaporkan perkara pidana, juga melaporkan direktur PT. FATMA yang dijabat oleh Yudi Yudewo dikarenakan dalam penyelenggaraan RUPS PT. FATMA terdapat adanya keterangan palsu ke dalam akta no. 95 yang sudah dibatalkan oleh Pengadilan Negeri Sidoarjo.
Memang diakui oleh dr. Erry Dewanto untuk pendirian klinik Mata modal awal berasal dari penjualan rumah di milik dr. Widiharto dan Nyonya Endang Merdekaningsih yang di Jember, namun Klinik Mata tersebut dirintis oleh almrahum dr. Widiharto dengan dr. Erry Dewanto dengan membeli segala perlengkapan untuk praktek klinik mata tersebut, dan sejak menjadi dokter praktek di klinik mata tersebut dr. Erry Dewanto tidak pernah menerima gajian dikarenakan dipergunakan untuk pengembangan klinik dan pembelian alat-alat praktek.
Fakta dipersidangan berdasarkkan keterangan ahli hasil audit dari CV FATMA itu adalah modal dr. Widiharto dan dr/. Erry Dewanto yang juga menjadi saham pada PT. FATMA.
Dengan demikian tidak benar kalau saham dr. Erry Dewanto adalah pemberian dari orang tua, justru dr. Erry Dewanto adalah pemegang saham yang terbesar, yang kemudian oleh almarhum dr. Widiharto diminta sebagian untuk diberikan kepada Angelia Dewanti 12,5 %, Yudi Yudewo 12,5% dan Nyonya Endang Merdekaningsih (Ibunya) 5% dan sekarang faktanya malah saham dr. Widiharto 35 % diambil oleh Angelia Dewanti dan Yudi Yudewo, selanjutnya milik Nyonya Endang Merdekaningsih juga diambil sahamnya.
Mereka telah menguasai PT. FATMA dengan menggunakan hasil RUPS sebagaimana dalam akt no. 03 tanggal 5 Oktober 2019, sedangkan akta sebelumnya no. 95 sudah dibatalkan oleh Pengadilan Negeri Sidoarjo karena adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Angelia Dewantidan Yudi Yudewo serta yang lainnya.
"Akta no. 03 tersebut adalah cacat hukum dan batal demi hukum sebab sejak akta no. 95 dibatalkan oleh pengadilan, maka secara hukum kembali kepada akta yang lama yaitu akta no. 62 dimana dr. Erry Dewanto sebagai pemegang saham 35 %, dan menjabat sebagai komisaris, sehingga kalau Angelia dewanti dan Yudi Yudewo mau menyelenggarakan RUPS untuk merubah susunan pengurus ataupun pemegang saham wajib mengundang dr. Erry Dewanto sebagai pemegang saham terbesar," kata Nurhadi.
Lanjutnya, dalam RUPS kalau Dr. Erry Dewanto pemilik 35% saham tidak hadir ditambah dr. Widiharti (bapaknya) sebagai pemegang saham 35% juga tidak hadir kan sudah 70 persen yang tidak hadir, berarti RPUS nya tidak kuorum, karena kalau RUPS hanya dihadiri oleh Angelia Dewanti pemilik saham 12,5%, Yudi Yudewo 12,5% saham dan Nyonya Endang Merdekaningsih (Ibunya) 5% saham total 30% jadi tidak kuorum dan RUPS tidak sah.
"Karena tidak forum namun tetap saja dijalankan RUPS nya sehingga diketahui ternyata targetnya memberhentikan Dr. Erry selaku komisaris, dan juga sahamnya, ini yang kami anggap cacat hukum, sehingga kami melakukan gugatan melalui pengadilan negeri Sidoarjo untuk membatalkan RUPS dan akta 95.
Disini ada yang menarik dalam putusan pegadilan negeri yang sudah incrah, Angelia Dewanti, Yudi Yudewo dan Nyonya Endang Merdekaningsih (Ibunya) malah muncul akta baru yang dibuat ditahun 2019. Dengan menghilangkan 5% saham milik Nyonya Endang Merdekaningsih (Ibunya), sekarang bisa kita lihat anak yang durhaka atau serakah yang mana ?," tambahnya.
Dr Erry mengajukan gugatan sesuai dengan porsinya tidak lebih, Nyonya Endang Merdekaningsih (ibunya) dikuasi oleh mereka, sehingga mungkin ada skenario gimana caranya saham segitu banyaknya dikuasi semua, sekarang ini saham Nyonya Endang Merdekaningsih (ibunya) juga dikosongkan, tujuannya Rumah sakit PT. Fatma bisa dikuasai oleh Angelia Dewanti dan Yudi Yudewo.
Kalau masalah pengembangan PT. FATMA bukan berasal dari menjual rumah, namun dari pinjaman bank BTN Surabaya untuk pembelian tanah dan bangunan rumah sakit fatma yang baru.
Dan saya berkeyakinan Statmen dimedia itu saya kira bukan statmen dari Nyonya Endang Merdekaningsih (Ibunya). Jelasnya.
Dikonfirmasi Sebelumnya melalui WhatshApp kuasa hukum Yudi Yudewo, Ardean Andana terkait munculnya akta 03, tidak mau memberi komentar, "terkait persoalan itu saya tidak bisa komentar mas, ucapnya. (Red)