Surabaya - Sidang perkara dugaan investasi ilegal Robot Trading Viral Blast kembali digelar di Pengadilan Negeri Surabaya Kamis (22/9/2022).
Dalam sidang tersebut tim jaksa penuntut umum menghadirkan 3 saksi. Dua saksi diantaranya dari pihak perbankan yakni Bank BCA dan Bank BRI.
"Secara umum pihak bank menjelaskan fungsinya sebagai lembaga perbankan yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat," kata Kuasa hukum Appe Hamonangan Hutauruk.
Dalam transaksi di rekening terdakwa tidak dijelaskan keperuntukan transaksi pemindahan dana.
"Saksi tidak bisa menyimpulkan apakah terdakwa menikmati hasil trading karena dalam keterangan transaksi uang masuk maupun keluar tidak disebutkan," ujarnya.
Bahkan saksi menjelaskan jauh sebelum adanya PT Trans Global, terdakwa sudah membuka beberapa nomor rekening, ada yang dibuka pada 2011 ada yang dibuka pada 2015. "Sementara PT Trans Global kan berdiri pada 2020," terangnya.
Kesaksian para saksi dari perbankan menurut Appe tidak menyudutkan terdakwa karena saksi tidak dapat menyimpulkan keperuntukan transaksi tersebut.
"Saat jaksa bertanya apakah transaksi untuk trading, saksi menjawab tidak tahu untuk apa keperuntukan transaksi, karena bank hanya menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat," ucapnya.
Saat awal mula polisi mengusut kasus ini, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan mengatakan, kasus Robot Trading Smart Avatar diduga merugikan member hingga Rp 1,2 triliun.
Whisnu juga mengatakan, Viral Blast Global tidak memiliki izin untuk menjalankan trading.
Polisi sebelumnya sudah melakukan penyitaan terhadap sejumlah aset terkait kasus penipuan tersebut. Secara total, ada Rp 22.945.000.000 uang yang disita.
Kemudian, penyidik juga telah melakukan penyitaan sembilan unit aset berupa mobil, rumah, dan apartemen dari para tersangka kasus Viral Blast.
Dalam kasus ini penyidik Bareskrim Polri menetapkan empat orang tersangka. Selain Putra Wibowo, juga pria berinisial RPW, MU, JHP.
Dalam perkara ini, Jaksa mendakwa para terdakwa sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 105 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau pasal 378 KUHP. (Sal/red)