SURABAYA - Generasi Muda Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI-Polri (GM FKPPI) Jatim, menyesalkan tidak adanya sinkronisasi data korban tragedi sangat memilukan di Stadion Kanjuruhan, Malang yang telah merenggut nyawa hingga 100 orang lebih.
Sebab antara pejabat satu dengan pejabat lainnya, data yang disampaikan semuanya berbeda. Padahal pejabat yang menyampaikan itu dinilai sangat kompeten untuk menjadi rujukan. Sehingga menimbulkan kesimpangsiuran di masyarakat.
Contohnya data yang disampaikan Presiden Joko Widodo yang menyebut jumlah korban sebanyak 129 orang meninggal dunia. Jumlah ini berbeda dengan yang disampaikan Kapolri, Jenderal Polisi Drs Listyo Sigit Prabowo MSi yang memastikan korban meninggal sebanyak 125 orang.
Beda lagi dengan Wagub Jatim Emil Elestianto Dardak, yang menyebut jumlah korban sebanyak 131 orang. Bahkan sebelumnya, Wagub Emil menyebut jumlah korban mencapai 174 orang, berdasarkan data yang didapatnya dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim. Namun akhirnya dikoreksi menjadi 131 orang.
Jumlah berbeda lagi disampaikan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Malang, yang menyebut jumlah korban meninggal dunia sebanyak 182 orang. Jumlah tersebut belum termasuk jumlah korban luka-luka, baik ringan maupun berat.
Menanggapi jumlah korban yang berbeda-beda itu, Ketua Pengurus Daerah XIII GM FKPPI Jatim, Ir R Agoes Soerjanto, sangat menyesalkan hal tersebut. Sebab kondisi itu bisa menjadi pemicu munculnya hoax di masyarakat.
"Kejadian di Kanjuruhan sangat memilukan. Memantik empati luar biasa. Tidak hanya mendapat perhatian dari dalam negeri, tapi juga dunia internasional. Sangat disayangkan jika data yang disampaikan berbeda-beda," ujar Agoes, saat dikonfirmasi, Senin (3/10/2022).
Menurut dia, pemerintah harus segera membuat lembaga atau tim khusus yang ditunjuk menjadi rujukan data yang akan dikeluarkan. Pencatatan data terpusat ini penting, agar tidak semua orang bisa menyampaikan data sesuai yang ia dapat, sehingga akhirnya data yang disampaikan berbeda satu dengan yang lainnya.
"Setelah kejadian ini, banyak instansi yang ingin memberikan bantuan kepada korban. Namun dengan simpang siurnya data, bagaimana bantuan itu bisa tersalurkan dengan tepat?. Jadi harus ada data yang akuntabel by name by address, yang dikeluarkan lembaga resmi," ungkapnya.
Sementara itu, Sekretaris GM FKPPI Jatim, Didik Prasetiyono menambahkan, berbicara korban tidak hanya yang meninggal dunia saja. Tapi juga korban yang selamat, baik yang luka ringan, luka berat dan yang mengalami depresi atau trauma. Sebab yang datang ke stadion juga banyak dari kalangan ibu-ibu, anak-anak bahkan balita.
"Mereka yang selamat juga harus mendapat perhatian. Bagi yang sedang dirawat di rumah sakit jelas, Gubernur Jatim Bu Khofifah telah memberikan arahah akan menanggung biaya pengobatan," jelas Didik.
Namun, lanjut Direktur Utama PT SIER ini, korban yang selamat juga mengalami depresi dan trauma juga harus mendapat perhatian. Harus ada yang memberikan post-trauma healing dan bantuan psikolog kepada mereka. Sebab yang mengalami depresi dan trauma juga termasuk korban.
"Trauma itu pasti. Apalagi ada ibu-ibu dan anak-anak kecil disana. Mereka bisa selamat, tapi mungkin seumur hidup akan mengalami trauma. Keluarga yang ditinggalkan korban, ibu yang kehilangan anaknya, anak yang kehilangan orang tuanya, bisa jadi mereka akan trauma melihat kerumunan, membenci sepakbola atau gangguan psikologis lainnya. Jadi mereka harus mendapatkan pendampingan psikologi. Jangan sampai karena selamat secara fisik, mereka diabaikan," tegasnya.
Dengan kejadian ini, lanjut Didik, GM FKPPI merasa sangat prihatin dan berduka sangat mendalam. Semoga kejadian ini bisa menjadi pembelajaran semua pihak. Bahwa tidak ada kemenangan dalam sepakbola yang seharga nyawa.
Kami berdoa, semoga semua keluarga yang menjadi korban diberikan ketabahan, kesabaran serta kekuatan lahir dan batin. Bagi korban meninggal dunia, semoga almarhum dan almarhumah mendapat tempat mulia disisi-NYA. Aamiin, pungkas Didik. (Sal/red)