Oleh Sunarsip Chief Economist, The Indonesia Economic Intelligence (IEI)
Provinsi Jawa Timur (Jatim) memiliki pengaruh besar terhadap perekonomian nasional. Ini mengingat, kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jatim terhadap perekonomian nasional sangat besar, yaitu sebesar 14,82 persen Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar kedua secara nasional setelah DKI Jakarta.
Kontribusi PDRB Jatim terhadap PDB nasional tersebut memiliki potensi untuk meningkat, mengingat ruang bagi pertumbuhan ekonomi di Jatim yang masih terbuka luas. Kenapa demikian?
Pertama, industrialisasi di Jatim terus berkembang. Hal ini ditunjukkan oleh kontribusi sektor Industri Pengolahan di Jatim.
Saat ini, kontribusi sektor Industri Pengolahan mencapai hampir 31 persen terhadap PDRB Jatim, atau naik hampir 2 persen dibanding 15 tahun lalu.
Di sisi lain, dengan kapasitas kewilayahan serta didukung sumber daya yang cukup (baik sumber daya alam/SDA maupun manusia), industrialisasi di Jatim masih berpeluang berkembang antara lain melalui hilirisasi terhadap SDA berbasis pertanian, kelautan maupun mineral.
Kedua, karakteristik industrialisasi di Jatim relatif berbeda dengan daerah lainnya yang telah lebih dahulu memulai industrialisasinya seperti Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.
Industrialisasi di Jakarta telah masuk periode sunset karena kontribusi sektor Industri Pengolahan terhadap PDRB Jakarta telah jauh berkurang.
Sementara itu, bila kita perhatikan, gejala de-industrialisasi secara nasional dalam 20 tahun terakhir ini sejatinya banyak menimpa industri di Jawa Barat dan Banten.
Jawa Barat dan Banten adalah daerah yang menjadi awal dimulainya industrialisasi di Indonesia. Industri yang berkembang merupakan substitusi impor dan memiliki ketergantungan tinggi pada impor bahan baku.
Pada awal pengembangannya, industri ini banyak memperoleh fasilitas dan insentif dari pemerintah. Nah, begitu berbagai fasilitas dan insentif dicabut pada awal tahun 2000-an, kemudian diikuti oleh tren pelemahan nilai tukar Rupiah, daya tahan mereka pun berkurang. Dan kini, kita bisa menyaksikan banyak diantara mereka menutup pabriknya di Indonesia.
Sementara itu, struktur industri di Jatim lebih banyak didominasi oleh manufaktur penghasil produk konsumer (consumer goods) seperti makanan dan minuman yang mengandalkan bahan baku lokal (baik dari Jatim maupun daerah lainnya).
Termasuk pula, industri lainnya seperti pengolahan kayu, bahan galian, logam dasar, serta industri kimia dan farmasi.
Dengan karakteristik tersebut, manufaktur di Jatim memiliki daya tahan yang relatif lebih kuat terhadap gejolak eksternal.
Termasuk pula, pasar ekspor produk manufaktur Jatim juga sebagian besar dipasarkan ke Asia. Hal tersebut membuat kinerja manufaktur di Jatim relatif solid sehingga mengokohkan perannya terhadap PDRB Jatim.
Meskipun kontribusi sektor Pertanian terhadap PDRB Jatim trennya menurun, namun perannya tetap vital sebagai penyanggah kebutuhan pangan maupun kebutuhan bahan baku bagi sektor Industri Pengolahan di Jatim dan nasional.
Saat ini, kontribusi sektor Pertanian terhadap PDRB Jatim mencapai 10,66 persen (2024). Jatim adalah salah satu lumbung pangan nasional terbesar baik yang dihasilkan oleh pertanian pangan, perikanan dan peternakan.
Selain dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan di Jatim, hasil pertanian Jatim juga diekspor ke daerah lainnya seperti DKI Jakarta maupun luar Jawa.
Selain sektor Industri Pengolahan dan sektor Pertanian, perekonomian Jatimjuga ditopang peran dari sektor Perdagangan. Saat ini, kontribusi sektor Perdagangan terhadap PDRB Jatimmencapai 18,81 persen (2024).
Tingginya kontribusi sektor Perdagangan tersebut antara lain ditopang oleh tinggi potensi bisnis yang dapat dikembangkan melalui jalur perdagangan (dalam negeri dan luar negeri) seiring dengan solidnya kinerja sektor Industri Pengolahan dan sektor Pertanian.
Seiring dengan solidnya kinerja di ketiga sektor utama tersebut, kebutuhan konstruksi di Jatim juga meningkat. Konstruksi antara lain dibutuhkan untuk kebutuhan infrastruktur konektivitas, infrastruktur pertanian, perumahan, kawasan industri dan perdagangan, pariwisata, dan lain-lain. Sehingga, tidak mengherankan bila kontribusi sektor Konstruksi terhadap PDRB Jatim terjaga pada level relatif tinggi, sekitar 9 persen pada 2024.
Peran Bank Daerah
Sebagaimana disebutkan di atas, Provinsi Jatim memiliki ruang untuk berkembang dengan kontribusi dari sektor Industri Pengolahan yang semakin besar.
Potensi ini antara lain didukung oleh berbagai kelebihan yang dimiliki oleh Jatim. Pertama, Jatim memiliki banyak lokasi strategis yang dapat dikembangkan menjadi kawasan industri secara terintegrasi (integrated industrial park) baik untuk mengolah SDA dari Jatim sendiri maupun dari luar Jatim.
Kedua, infrastruktur yang mendukung seperti jalan tol trans Jawa yang terkoneksi, infrastruktur energi dan air yang memadai, transportasi darat seperti kereta api, fasilitas pergudangan, pelabuhan, dan bandara.
Ketiga, akses ketersediaan pendanaan yang besar. Seluruh lembaga keuangan besar ada di Jatim. Disamping itu, dukungan lembaga keuangan milik pemerintah provinsi Jatim seperti Bank Jatim Tbk, juga turut melengkapi dalam mendukung pembiayaan bagi industrialisasi dan transaksi ekspor impor.
Keempat, ketersediaan tenaga kerja handal yang memadai. Kelima, dukungan pusat riset dan inovasi yang kuat. Jatim memiliki banyak perguruan tinggi dengan reputasi riset dan inovasi yang diakui secara internasional.
Selain itu, Jatim juga memiliki beberapa industri dan BUMN strategis yang dapat menjadi mitra bagi pengembangan inovasi dan produk manufaktur.
Keenam, selain hasil manufaktur dapat dipasarkan melalui ekspor, Jatim sendiri merupakan pasar yang besar. Jatim memiliki penduduk terbesar kedua di Indonesia. Produk manufaktur di Jatim juga dapat dipasarkan ke daerah lain.
Ketujuh, dukungan input (bahan baku) yang besar. Hasil pertanian terbesar Jatim dapat dimanfaatkan sebagai input bagi beragam produk agroindustri. Dengan dukungan infrastruktur dan jalur transportasi yang lengkap, Jatim juga dapat mengakses sumber bahan baku dari luar Jatim yang tentunya akan turut memberikan dampak multiplier bagi daerah-daerah tersebut.
Mengingat begitu besarnya potensi pengembangan ekonomi di Jatim, tentunya keterlibatan lembaga keuangan (dalam hal ini perbankan) juga sangat vital untuk mendukung tercapainya kemajuan ekonomi Jatim.
Sejauh ini, kebutuhan pembiayaan bagi kegiatan usaha di Jatim, tidak hanya dipenuhi oleh bank-bank yang berlokasi di Jatim, tetapi juga oleh bank-bank yang berlokasi di luar Jatim.
Berdasarkan data dari Bank Indonesia, dari total kredit/pembiayaan di Jatim sebesar Rp732,5 triliun per Desember 2024. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp614,7 triliun (atau sekitar 83,9 persen) dipenuhi oleh perbankan yang berlokasi di Jatim.
Selebihnya, yaitu sebesar Rp117,8 triliun (atau sekitar 16,1 persen) dipenuhi oleh bank-bank yang berlokasi di luar Jatim. Hal ini memperlihatkan bahwa di mata perbankan nasional, Jatim memiliki potensi besar untuk dikembangkan.
Bank Daerah, dalam hal ini bank yang dimiliki pemerintah daerah (Pemda), juga memperlihatkan peran yang terus berkembang dalam kegiatan pembiayaan usaha di Jatim.
Kontribusi kredit/pembiayaan Bank Jatim Tbk terhadap total kredit yang disalurkan perbankan di Jatim relatif besar. Per November 2024, kontribusi kredit Bank Jatim Tbk mencapai 8,9 persen dari total kredit perbankan yang disalurkan di Jatim.
Kontribusi atau pangsa kredit Bank Jatim Tbk tersebut meningkat setiap tahunnya, dimana pada 2018 baru mencapai sebesar 6,0 persen dari total kredit perbankan yang disalurkan di Jatim.
Kenaikan kontribusi kredit Bank Jatim Tbk tersebut dapat terjadi karena ditopang oleh pertumbuhan kreditnya yang relatif tinggi. Pada Desember 2024, pertumbuhan kredit di Jatim mencapai 5,45 persen (year on year, yoy).
Sementara itu, pada Januari 2025, kredit Bank Jatim Tbk telah tumbuh sebesar 18,06 persen, jauh di atas rata-rata pertumbuhan kredit secara industri di Jatim.
Tingginya pertumbuhan kredit Bank Jatim Tbk tersebut, juga ditopang oleh komposisi pendanaan yang relatif baik.
Dari sisi pendanaan, Bank Jatim Tbk menguasai sebesar 11,30 persen dari dana pihak ketiga (DPK) di perbankan di Jatim pada November 2024. Kontribusi atau pangsa DPK Bank Jatim Tbk tersebut meningkat setiap tahunnya, dimana pada 2018 baru mencapai 9,0 persen dari total DPK perbankan di Jatim.
Selain dari penguasaannya yang besar, komposisi pendanaan Bank Jatim Tbk juga sehat. Dimana mayoritas DPK yang diperoleh Bank Jatim Tbk, yaitu sebesar 54,6 persen merupakan dana berbiaya murah baik yang berasal dari Giro maupun Tabungan.
Penulis melihat bahwa terdapat relasi yang kuat antara potensi dan perkembangan ekonomi di Jatim dengan kinerja Bank Jatim Tbk. Fokus bisnis Bank Jatim Tbk pada segmen usaha ritel, mikro, kecil dan menengah (UMKM) memiliki relasi yang kuat dengan komitmen seluruh Pemda (Provinsi dan Kabupaten/Kota) di Jatim.
Namun demikian, Jatim memiliki potensi besar sebagai pertumbuhan usaha besar atau korporasi, baik di sektor yang terkait manufaktur maupun usaha penunjang lainnya.
Oleh karenanya, Bank Jatim Tbk juga perlu menangkap peluang tersebut sekaligus memperkuat peran dan positioning-nya dalam industri perbankan di Jatim.
Penguatan kapasitas dan kapabilitas di bidang pendanaan maupun pembiayaan terkait potensi bisnis baru tersebut juga perlu disiapkan dengan baik.
Kesimpulannya, Jatim memiliki potensi menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia, khususnya manufaktur. Selain sebagai pusat manufaktur berbasis pertanian (agro industri), Jatim juga memiliki potensi sebagai pusat manufaktur berbasis SDA lainnya yang menjadi keunggulan daerah lain.
Bila potensi ini dioptimalkan, Jatim berpotensi memperoleh nilai tambah yang besar dari keberadaan industrialisasi ini. Nilai tambah ini antara lain berupa peningkatan PDRB, lapangan kerja, pendapatan daerah, termasuk berkembangnya UMKM.
Tidak hanya itu, Jatim juga memiliki potensi menjadi pusat industri terbesar di Indonesia, menggeser Jawa bagian barat yang kini terdampak akibat de-industrialisasi. ***