Surabaya - Sidang kasus sengketa tanah luas sekitar 1,7 hektar di lingkungan komplek rumah mewah, yakni Pakuwon Indah, Kelurahan Lontar, Kecamatan Sambikerep, Surabaya yang diperjuangkan tujuh petani terus bergulir di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya, Jalan By Pass Juanda, Kabupaten Sidoarjo, Rabu 21 Oktober 2020.
Sidang dengan agenda menghadirkan keterangan saksi ahli tersebut dihadiri BPN selaku tergugat, Ketua Majelis Hakim Bambang Wicaksono saat memimpin sidang berulangkali menegur kuasa hukum PT Artisan Surya Kreasi (ASK) selaku tergugat intervensi. Pasalnya, Rikardo Simarmata saksi ahli dari Universitas Gadjah Mada tersebut seperti mendapat tekanan yang seharusnya tidak perlu dilakukan.
Di samping itu, beberapa pertanyaan yang dilontarkan oleh kuasa hukum intervensi banyak menyimpang dari pokok perkara. Sebab dalam sidang yang disengketakan adalah di pengadilan TUN, bukan perkara pidana. "Jangan menekan dan memberikan pilihan jawaban ya dan tidak. Itu yang berhak adalah saya. Dan sekali lagi kalau memberikan pertanyaan pada pokok perkara di TUN saja, jangan ke lainnya," tegur Bambang, kepada kuasa hukum intervensi, Rabu 21 Oktober 2020.
Di persidangan ini, Rikardo Simarmata menjelaskan, bahwa sertifikat bisa muncul di persil yang sudah ada pemiliknya. Namun di sini adanya tahapan yang dilangkahi dari pihak BPN ketika memeriksa dokumen dokumen seperti Latter C dan data yang lainnya ketika adanya permohonan sertifikat dan harus benar dicek terlebih dahulu.
"Ada kemungkinan salah dalam prosedur, seperti adanya pemohon sertifikat yang langsung berhubungan dengan oknum internal BPN. Kalau BPN melaksanakan prosedur sesusai dengan benar tidak ada muncul serikat baru di bidang tanah yang sudah ada pemiliknya," kata Rikardo.
Terkait tanah yang sudah pernah dimohonkan sertifikat dan diproses hingga muncul no ukur, lanjut Rikardo, seharusnya BPN meneruskan langkahnya. Seperti melakukan pemetaan dan mencatat dalam buku tanah.
"Apabila adanya pemohon sertifikat baru diatas tanah yang sudah dicatat tersebut, bisa disampaikan bahwa tanahnya itu sedang dalam sengketa, jadi tidak ada alasan BPN untuk menghentikan pemohon sertifikat yang sudah diproses," katanya.
Sementara, usai sidang Immanuel Sembiring mengatakan, bahwa apa yang disampaikan pendapat dari saksi ahli di persidangan tadi itu jelas. Bahwa setiap tanah atau identitas tanah adalah persil dan petok meskipun dalam bahasa hukum di pertanahan.
Artinya, ketika hendak melakukan pengajuan sertifikat tanah atau ada pihak lain mengklaim mempunyai sertifikat yang masuk tapi kemudian tidak tertera dalam persil.
"Apa yang disampaikan saksi ahli tadi sudah jelas dan terang. Setiap tanah memiliki identitas yaitu nomer persil dan disebut sebagai alas hak dan memiliki nomer pethok dan harus dibayar wajib pajaknya oleh pemilik persil tersebut yang sekarang disebut pajak bumi dan bangunan ( PBB )
bukan berarti pemilik sertifikat bisa bersifat espansive bisa mencaplok tanah disamping kanan kirinya, karena setiap persil ada batas-batas tanahnya dan nomer persil yang berbeda dengan pemilik tanah disamping kanan kirinya," tegas Sembiring,
Sembiring mengungkapkan, kliennya yakni Bapak Sumo dan ahli warisnya itu sudah pernah mengurus tanahnya hingga muncul nomor peta gambar yang kemudian berhenti di tengah jalan dengan alasan tidak jelas."BPN itu mengatakan inilah itulah bahwa diatas tanah tersebut sudah bersertifikat," katanya.
Sementara dalam hal ini, penggugatnya adalah Somo bersama enam orang saudaranya, yaitu Parkan, Iskandar, Supardi, Asnan, Sulikah, dan Ponimah, sebagai ahli waris dari almarhum Satoewi, yang sehari-harinya berprofesi sebagai petani.
Keluarga petani itu menggugat Kantor Pertanahan Surabaya I karena menolak untuk menerbitkan sertifikat hak milik (SHM). Dimana sebenarnya telah diajukan sejak tahun 2006 berdasarkan bukti kepemilikan berupa petok, Letter C, serta data-data pendukung dari kelurahan setempat, dan sempat diterbitkan gambar ukur.
Di tengah proses persidangan muncul PT Artisan Surya Kreasi sebagai tergugat intervensi, yang mengklaim telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) lahan sengketa tersebut. Majelis Hakim PTUN memutuskan untuk menggelar pengadilan setempat karena perwakilan dari Kantor Pertanahan Surabaya I sebagai tergugat selama proses persidangan tidak pernah membawa atau menunjukkan warkah tanah yang terkait dengan perkara ini.
Mengenai mantan Lurah Lontar dan stafnya yang tidak hadir di persidangan, Majelis Hakim berpendapat tetap akan menggelar sidang pengadilan setempat di Kantor Pertanahan Surabaya I guna memeriksa secara administratif warkah dan dokumen terkait perkara ini pada tanggal 27 Oktober mendatang. "Agenda selanjutnya pekan depan itu sidang pengadilan setempat pemeriksaan warkah dari BPN dan dokumennya," Sembiring memungkasi. (Red)