Surabaya - Sidang gugatan perdata PT Meratus Line vs PT Bahana Line memasuki agenda mendengarkan keterangan ahli perdata. Ahli menyebut, jika pengadilan tak dapat membuktikan penipuan atau fraud itu, maka gugatan tersebut harus ditolak.
Hal ini disampaikan oleh Ahli Hukum Perdata dari Unair, Ghansham Anand, di Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu (26/10). Ia menyebut, apabila ada dugaan penipuan dalam gugatan, maka hal itu harus dibuktikan lebih dulu dalam putusan pidananya. Sehingga, putusan itu lah nantinya yang dapat digunakan sebagai pijakan untuk melakukan gugatan.
"Penipuan harus terbukti dahulu. Apabila pengadilan tidak dapat membuktikan penipuan itu, maka gugatan harus ditolak," tandasnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum PT Bahana Line, Syaiful Ma'arif menyatakan, gugatan PT Meratus Line selama ini juga menuduh adanya dugaan penipuan atau fraud. Oleh karenanya, dalam sidang yang menghadirkan ahli itu pihaknya ingin menegaskan, bahwa menurut ahli fraud itu harus dibuktikan lebih dulu melalui putusan pidana.
"Gugatan mereka menuduh ada dugaan penipuan atau fraud. Menurut ahli tadi sudah jelas bahwa fraud itu harus dibuktikan lebih dahulu dengan putusan pidana. Dengan putusan tersebut dijadikan dasar untuk menuntut ganti rugi," katanya.
Ia menambahkan, terkait dengan gugatan PT Meratus Line, gugatan itu disebutnya berwujud gugatan wanprestasi. Namun, bila mendengarkan keterangan ahli perdata itu, maka harusnya hal itu tidak masuk dalam kategori wanprestasi, melainkan perbuatan melawan hukum (PMH).
"Terkait dengan yang dijadikan gugatan, dalam format ini mereka (Meratus) mengajukan gugatan wanprestasi. Secara hukum ini bukan masuk kategori wanprestasi, tapi perbuatan melawan hukum. Karena dugaaan penyimpangan itu dilakukan oleh karyawannya dia yang dituduh fraud dengan karyawannya Bahana. Untuk kategori begitu, jenis gugatannya bukan wanprestasi tapi PMH," tegasnya.
Ia menjelaskan, dalam perkara ini apa yang dituduhkan oleh Meratus dengan gugatan yang diajukan, dianggapnya berbeda. Sehingga, gugatan wanprestasi yang dilayangkan oleh Meratus dianggap salah sasaran lantaran dalam perkara ini para oknum karyawan lah yang telah melakukan PMH.
"Tadi sudah bisa kita buktikan bahwa tuduhan itu, sesuai dengan yang dituduhkan dan gugatan itu berbeda. Pertama barang itu masih ada 20 sebagai contoh, lalu barang itu disedot dijual bersama, kongkalikong diantara karyawan ini. Yang dikirim dari Bahana jumlahnya sama dengan yang diorder. Jadi dalam kategori ini Bahana tidak melakukan wanprestasi. Justru PMH yang dilakukan karyawan itu," terangnya.
Lalu, siapa saja yang harus dihadirkan pihak gugatan? Menurut Syaiful, maka gugatannya itu harus perusahaan dan karyawan yang melakukan. Karena itu untuk membuktikan perbuatan wanprestasi atau PMH dalam kasus ini.
"Asumsi saya dari pembuktian tadi sudah jelas, satu bahwa unsur gugatan itu tidak bisa dibuktikan semua. Yang terakhir hasil audit, hasilnya kan dengan gugatan berbeda. Kalau hasil audit, itu diisi, kemudian lebihnya dibelokin lagi untuk dijual. Kalau dalam gugatan, itu dikosongkan, lah hasilnya dikosongkan itu dijual bersama oleh para pihak yg kong kalikong itu. Sehingga menurut sisi hukum yang disampaikan oleh ahli mereka dengan gugatan mereka itu tidak terbukti, tidak korelasi. Jadi gugatan itu harus dibuktikan dengan prosedur yang sama, peristiwa yang sama, tadi kan ada analogi, 123, yang dibuktikan 456, jadi yang 123 tidak terbukti," tutupnya.
Terpisah, menanggapi hal itu kuasa hukum PT Meratus Line, Yudha Prasetyawan mengaku tidak mempersoalkan keterangan ahli. Ia menyebut, apa yang didalilkan ahli perdata tersebut, dianggapnya justru mendukung pihaknya.
"Gak ada masalah. Keterangan ahli malah mendukung kita," katanya.
Diketahui, perkara gugatan PT Meratus Line terhadap PT Bahana Line ini berawal dari persoalan pengisian bahan bakar minyak (BBM) di kapal. Dimana, berperan sebagai pemasok BBM adalah PT Bahana Line dan yang dipasok adalah kapal milik PT Meratus Line.
Namun, dalam prosesnya ada sejumlah oknum karyawan PT Meratus Line yang kongkalikong dengan oknum karyawan PT Bahana Line menggelapkan sejumlah pasokan BBM untuk memperkaya diri sendiri.
Kini, setidaknya 17 oknum karyawan kedua perusahaan tersebut telah meringkuk di penjara Polda Jatim. PT Meratus sendiri melakukan berbagai upaya hukum, seperti gugatan perdata dan PKPU.
Di Pengadilan Niaga, PT Meratus telah dinyatakan dalam PKPU tetap atas permohonan PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line. PT Meratus dinyatakan memiliki kewajiban yang harus dibayarkan ke Grup Bahana tersebut sebesar Rp 50 miliar lebih.
Prosesnya saat ini sedang berlangsung di PN Surabaya. Diduga upaya gugatan ini untuk memperlambat proses PKPU tetap yang jika tidak tuntas bisa mengakibatkan PT Meratus dinyatakan pailit. (Red)