Surabaya Viral - Sidang kasus dugaan pemalsuan akta otentik yang menjerat Henry J Gunawan bersama istri, Iuneke Anggraini kembali digelar, Senin (11/11/2019). Kali ini tiga saksi dihadirkan.
Mereka adalah Iriyanto Abdoella selaku saksi pelapor, Saksi Nugraha Anugrah Sujatmika dan Saksi Handoko dari Kantor Dispendukcapil Surabaya. Ketiganya secara bergantian bersaksi.
Diawali dengan kesaksian saksi pelapor, Iriyanto yang membeberkan kronologi perkara tersebut. Kasus pemberian keterangan palsu kedalam akta otentik ini diketahui saat bertemu saksi Nugroho di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, yang saat itu sedang bermasalah dengan terdakwa Henry.
"Nugroho bercerita ada perlawanan perkara eksekusi rumah dengan terdakwa Iuneke istrinya Henry. Dari pembicaraan itu saya tahu kaitan status pernikahan Henry dan Iuneke tahun 2011 tersebut," terang Iriyanto.
Dari sana ia menemukan ketidaksesuaian antara data di akte nomor 15 dan 16 tahun 2010 dengan informasi didapat dari Nugraha mengenai status pernikahan Henry dan Iuneke. "Dan hal ini saya laporkan kepada pemegang saham," sambungnya.
Menurutnya, kasus ini telah menimbulkan kerugian material dan immaterial. "Secara material adalah hutang piutang yang tidak terselesaikan sampai saat ini sebesar 17 miliar, yang seharusnya jatuh tempo 24 bulan sejak 2010. Secara immaterial adalah waktu tenaga pikiran saya," ungkapnya.
Keterangan Iriyanto itu disambut perlawanan dari Hotma Sitompul hingga berujung ke emosi,dengan mengasumsikan saksi Iriyanto merekayasa keterangan dan dendam dengan terdakwa Henry atas kasus kasus sebelumnya.
"Itu hak saksi, dia menjelaskan apa yang dia tau, kalau merasa tidak benar silahkan tuangkan dalam pembelaan. Jangan emosi," kata Hakim Dwi Purwadi pada Hotma Sitompul.
Teguran kembali dilayangkan hakim Dwi Purwadi ketika JPU Ali Prakoso menghadirkan saksi Nugroho. Sebelum mendengarkan keterangan saksi Nugroho, Hakim Dwi Purwadi meminta agar Hotma Sitompul bersama tim penasehat hukum lainnya untuk tidak emosi saat bertanya. "Ini Surabaya, anda emosi, orang Surabaya bisa keluar jantungnya," tambah hakim Dwi Purwadi.
Tak lama kemudian, Saksi Nugroho menceritakan mengapa ia dijadikan saksi dalam kasus ini. "Saya ketemu Iriyanto pada Pertengahan tahun 2018 di PN Surabaya, saat itu saya ada perkara, dimana Terdakwa punya hutang kepada papa saya dan perkara saya sudah diputus dan pihak saya sudah menang dan sudah inkracht. Ketika saya mau eksekusi rumah Henry ternyata ada perlawanan dari Henry dan putusannya saya tetap dimenangkan, kemudian muncul lagi perlawanan dari Iuneke yang mengaku itu rumah dia bukan milik Henry dan sudah ada perjanjian pisah harta sama Henry," terang Nugroho.
Saat pertemuan itulah, Nugroho bercerita seputar kasusnya dengan Henry. Dari pertemuan tersebut, Nugroho menceritakan kasus yang dialaminya termasuk terkait status pernikahan Iuneke yang menjadi bagian dari bahan perlawanan pisah harta dengan Henry.
"Lalu dalam pertemuan selanjutnya, saya tunjukan bukti surat keterangan dari dispendukcapil soal bukti surat catatan pernikahan henry dengan iuneke tahun 2011. Dan terakhir ya saya diminta tolong jadi saksi dalam perkara ini,"terangnya.
Sedangkan saksi Handoko dari Kantor Dispenduk Capil membenarkan bahwa pernikahan Henry J Gunawan dan Iuneke Anggraini dicatat tanggal 9 November 2011. "Kami catat berdasarkan perkawinan agama Budha pada 8 November 2011," ungkap saksi Handoko.
Saat ditanya apakah ada perjanjian pisah harta dalam pencatatan perkawinan tersebut, saksi membenarkannya, namun perjanjian tersebut tidak dicatat dalam register. "Ada di akta notaris Sri Yuliatin Mojokerto, berkasnya terlampir tapi tidak dicatatkan ke register," kata saksi Handoko.
Saat ditanya riwayat sebelum pernikahan, Saksi Handoko menerangkan Henry berstatus cerai hidup, sedangkan Iuneke berstatus lajang. "Dari data base, Henry cerai hidup dengan Ina Indrawati Tanudiharja. Sesuai dengan akta cerai nomor 36 tahun 1992," jelasnya.
Usai persidangan, Hotma Sitompul mengaku tiga saksi yang dihadirkan oleh JPU belum bisa mengungkap perbuatan pidana Henry dan Iuneke. "Belum satupun dapat membuktikan bahwa kedua orang ini memberikan keterangan palsu," pungkasnya.
Untuk diketahui, Henry dan istrinya diadili setelah diketahui memberikan keterangan palsu ke dalam 2 akta otentik yakni perjanjian pengakuan hutang dan personal guarantee antara PT Graha Nandi Sampoerna sebagai pemberi hutang dan Henry Jocosity Gunawan sebagai penerima hutang sebesar Rp 17.325.000.000 (Tujuh Belas Miliar, Tiga Ratus Dua Puluh Lima Juta Rupiah) di hadapan notaris Atika Ashiblie SH di Surabaya pada tanggal 6 juli 2010 dihadiri juga oleh Iuneke Anggraini.
Kedua akta tersebut Henry Jocosity Gunawan menyatakan mendapat persetujuan dari istrinya yang bernama Iuneke Anggraini, keduanya sebagai suami istri menjamin akan membayar hutang tersebut, bahkan Iuneke pun ikut bertanda tangan di hadapan notaris saat itu.
Belakangan terungkap bahwa perkawinan antara Henry Jocosity Gunawan dengan Iuneke Anggraeni baru menikah pada tanggal 8 November 2011 dan dilangsungkan di Vihara Buddhayana Surabaya dan dicatat di dispenduk capil pada 9 November 2011.
Dalam kasus ini, Henry dan Iuneke didakwa melanggar Pasal 266 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dengan ancaman hukuman 7 tahun penjara. (Mad/red)